21 Desember, 2007

WALI KELAS MENANTI


Pembagian rapor di sekolah-sekolah Jakarta memang beragam. Ada yang sudah membagikan sejak tanggal 19 Desember, 22 Desember hingga awal Januari. Menurut keterangan yang dikumpulkan dari sejumlah sekolah, hal ini disebabkan pelaksanaan ulangan yang berdekatan dengan hari libur, serta kewajiban sekolah SMA untuk melaporkan hasil nilai ke SAS (Sistem Administrasi Sekolah) Diknas. Kendati pun demikian, hampir semua sekolah libur dalam waktu yang bersamaan.
Topik yang hendak dikupas bukanlah perbedaan waktu penerimaan rapor, melainkan fenomena sedikitnya orangtua yang tidak hadir dalam pengambilan rapor putra-putrinya. Terlebih lagi, bila sekolah tersebut membebaskan biaya SPP alias gratis. Hingga tengah hari, wali kelas bisa menghitung dengan jari jumlah rapor yang sudah diambil orangtua.
"Dulu, orangtua yang mengantri di luar kelas untuk mengambil rapor, keluh seorang Ibu Guru sebuah sekolah menengah negeri, kini wali kelas yang harus sabar menunggu kedatangan orangtua murid. Bahkan setelah waktu habis, masih banyak rapor yang belum diambil oleh orangtua.


Prioritas

Menjelang libur akhir tahun, banyak orangtua yang sudah merencanakan pergi berlibur. Apalagi disertai dengan harpitnas (hari kejepit nasional) merupakan pilihan ambil cuti sehingga waktu berlibur lebih panjang.
Sedangkan penerimaan rapor, acapkali berada diantara waktu cuti yang telah diambil orangtua. Maka, untuk segera berangkat berlibur atau mengambil dulu rapor anaknya, umumnya pada pilihan pertama dengan berbagai alasan: tiket sudah dipesan, hotel sudah di booking, acara padat, menghindari lalu lintas padat di puncak, dan sebagainya. Soal rapor ? nanti saja sepulangnya dari berlibur. Apakah tidak ingin mengetahui bagaimana prestasi belajar putra-putrinya ? Ingin tahu tapi bisa nanti. Jadi lebih memprioritaskan berlibur ? Hmm .. karena harus menyesuaikan waktu dengan banyak orang (anggota keluarga).


Ubah ?

Boleh jadi sistem nilai masyarakat terhadap pendidikan telah bergeser. Terbelenggu oleh kesibukan kerja dan agenda padat keluarga, langkah kompromis dan praktis cenderung diambil, malahan kini menjadi suatu hal umum. Jika demikian, apakah berarti orangtua kurang peduli terhadap perkembangan pendidikan putra-putri mereka ? Atau mungkin sekolah harus mengkaji ulang waktu pembagian rapor, agar orangtua siswa bisa hadir ? Lantas, bagaimana dengan orangtua yang tetap enggan dan malas datang ke sekolah sekalipun waktu pengambilan rapor tidak berbarengan dengan hari libur nasional ? Atau tidak perlu kah rapor diberikan langsung kepada orangtua, cukup melalui siswa ?


Pertangungjawaban

Momen penerimaan rapor, bukan semata pertanggungjawaban pihak sekolah dan kewajiban siswa atas proses belajar yang telah dicapai kepada orangtua. Kesempatan itu sekaligus dijadikan silaturahmi dan konsultasi, baik dari pihak sekolah maupun orangtua. Terutama, jika siswa bermasalah terhadap mata pelajaran maupun yang menyangkut moral kepribadian dan kedisiplinan.
Peran orangtua sangat penting sebagai sebagai mitra sekolah dalam mendorong siswa untuk berhasil dan bersama-sama melakukan tindakan pencegahan atas perilaku yang merugikan siswa.
Persoalan yang kini dihadapi sekolah, adalah kian sulitnya mengundang orangtua untuk hadir (hanya sekitar 35 – 45 persen yang hadir) dalam berbagai pertemuan penting. Di lain pihak, orangtua pun mengeluhkan kegiatan pertemuan orangtua- sekolah yang menyita waktu mereka bekerja maupun kegiatan/ sosialisasi di hari Sabtu.
Namun, jika hambatan ini dibiarkan berlarut-larut, komunikasi orangtua dan sekolah minim serta kurang efektif, siapakah sesungguhnya yang kelak dirugikan jika terjadi kegagalan studi dan timbulnya persoalan serius menyangkut pelanggaran hukum oleh siswa ?




Tidak ada komentar: